..:: Terima Kasih Atas Kunjungannya ::..

Jumat, 02 Maret 2012

hhmm

Seorang pemuda mendatangi peramal untuk bertanya tentang keadaan asmaranya. Sang peramal heran, sampai hampir mati mendadak. Tak henti-hentinya dia memutar-mutar gobletnya.

Matanya menerawang dan mengamati sekujur tubuh pemuda gagah yang berada di depannya. Muka kesedihan membayang di rautnya.

Dengan suara parau, peramal tua itu akhirnya berujar: “Aku telah meramal beribu-ribu orang. Tapi tak pernah aku menemukan nasib anak manusia lebih seru dari nasibmu ini. Anakku, orang yang mati berkorban di jalan cinta sama dengan orang yang mati syahid. Kau
takkan bisa lolos dari takdirmu. Kau akan membanjiri tanah yang kau pijak dengan airmata dan memenuhi langit yang menaungimu dengan gema tangis. Perjalananmu berliku, penuh rintangan, terjal dan cadas. Kau akan terluka, tersiksa, terkucil, terbelit derita, tertusuk belati asmara yang sangat tajam. Kau bakal terdampar sendiri di pojok yang kelam, mengeram dalam damba. Kau akan menjadi buah bibir, dan kelak kau akan menjadi legenda. Kisahmu bakal menyenangkan orang yang mendengar, tapi kau sendiri bakal mengalami seribu satu prahara.” kata peramal wanita itu sambil terisak pilu.

Pemuda lugu itu terdiam. Matanya menatap ke kanan dan kiri dengan cepat. Meraba-raba masa depannya. Dia bingung, haruskah dia percaya atau ragu? Haruskah dia menerima ramalan ini sebagai takdirnya atau malah melupakan semuanya?

Di saat kebingungan menjalari urat-urat sarafnya, si peramal perempuan melanjutkan, “Oooh, anakku, pujaan hatimu…membara dalam cinta. Sepasang matanya berbinar membuat matahari beringsut malu. Rembulan cemburu mengurung diri di peraduannya. Bintang gemintang kembali terang berbias tatapan matanya—setiap kali pujaan hatimu menyempatkan melihat angkasa. Para bidadari berebut berkah kecantikannya.”

Pemuda itu kini gagap. Matanya menerawang, tapi jiwanya terus mendamba. Bayangannya tentang manisnya cinta membuatnya mantap dan percaya diri. Dengan lantang dia berujar: “Aku siap! Aku siap! Aku takkan gentar menghadapi semua ujian ini…asal aku bisa menjadi piala penutur cinta. Biar semua orang sadar bahwa derita dalam cinta adalah semanis-manis derita. Itulah derita pahlawan, syahid dan manusia-manusia sempurna!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar