Ketika kembali dari balikpapan karena libur akhir semester telah
selesai.. tangga pnumpang dari kapal ferry yng z tumpamgi perlahan-lahan
menurunkan tangganya. Para penumpang yang akan turun z lihat sudah
bersiap-siap di depan pintu tangga, karena sudah di jemput oleh
keluarga. suasana pelabuhan makassar penuh sesak seperti biasa.
Sementara
itu, dari depan mlut tangga, saya lihat beberapa orang porter/buruh
angkut berlomba lebih dulu masuk ke ferrry yg tangganya blum spenuhnya
trun. Mereka berpacu dengan tangga, persis dengan kehidupan mereka yang
terus berpacu dengan tekanan kehidupan kota makassar. Saat tangga
telah
benar" sampaii, kesibukan penumpang yang turun dan porter yang
berebut menawarkan jasa kian kental terasa. Sementara d luar sana saya
lihat kesibukan kaum urban yang akan menggunakan kapal ferry jg. Mereka
kebanyakan berdiri,karena fasilitas tempat duduk kurang memadai.
Sebuah lagu lama d pelabuhan makassar yang selalu dan selalu diputar
dengan setia.
Tiba-tiba terdengar suara anak kecil membuyarkan
keasyikan saya mengamati perilaku orang-orang di makassar. Saya lihat
seorang bocah berumur sekitar 10 tahun berdiri disamping saya. Kondisi
fisiknya menggambarkan tekanan kehidupan yang berat baginya.
Kulitnya
hitam dekil dengan baju kumal dan robek-robek disana-sini. Tubuhnya
kurus kering tanda kurang gizi. “Ya?” Tanya saya kepada anak itu karena
saya tadi konsentrasi saya melihat orang-orang di luar kpal. “Maaf,
apakah air minum itu sudah tidak kk butuhkan lg ?” katanya dengan bhsa
makassar n penuh sopan sambil jarinya menunjuk air minum di atas tempat
makanan dan minum samping jendela. Pandangan saya segera mengikuti
arah telunjuk si bocah. Oh, air minum dalam kemasan gelas dari katering
kapal yang tidak saya minum. Saya bahkan sudah tidak peduli sama
sekali dengan air itu. Semalam saya hanya minta air minum dalam kemasan
gelas untuk jaga-jaga dan menolak nasi yang diberikan oleh pramugara.
Perut saya sudah cukup terisi dengan mkan snack..
“Tidak. Mau ?
Nih…” kata saya sambil memberikan air minum kemasan gelas kepada bocah
itu. Diterimanya air itu dengan senyum simpul. Senyum yang tulus.
Beberapa
menit kemudian, saya lihat dari balik jendela kapal, bocah tadi
berjalan beririringan dengan 3 orang temannya. Masing-masing membawa
tas kresek di tangannya. Ke empat anak itu kemudian duduk melingkar
di lantai . Mereka duduk begitu saja. Mereka tidak repot-repot
membersihkan lantai yang terlihat kotor. Masing- masing kemudian
mengeluarkan isi tas kresek masing-masing.
Setelah saya
perhatikan, rupanya isinya adalah “harta karun” yang mereka temukan di
atas kapal. Saya lihat ada roti yang tinggal separoh, jeruk , juga
separuh; sisa nasi catering kapal, dan air minum dalam kemasan gelas.
Selanjutnya
dengan rukun mereka saling berbagi “harta karun” temuan mereka dari
kereta. Saya lihat bocah paling besar menciumi nasi bekas catering
kereta untuk memastikan apakah sudah basi atau belum. Tanpa menyentuh
sisa makanan, kotak nasi itu kemudian disodorkan pada temannya. Oleh
temannya, nasi sisa tersebut juga dibaui. Kemudian, dia tertawa dengan
penuh gembira sambil mengangkat tinggi-tinggi sepotong paha ayam
goreng. Saya lihat, paha ayam goreng itu sudah tidak utuh. Nampak jelas
bekas gigitan seseorang.
Tapi si bocah tidak peduli, dengan lahap
paha ayam itu dimakannya. Demikian juga makanan sisa lainnya. Mereka
makan dengan penuh lahap. Sungguh, sebuah “pesta” yang luar biasa.
Pesta kemudian diakhiri dengan berbagi air minum dalam kemasan gelas !
Menyaksikan
itu semua, saya jadi tertegun. Saya lihat sendiri persis di depan
mata, potret anak-anak kurang beruntung yang mencoba bertahan dari
kerasnya kehidupan. Nampaknya hidup mereka adalah apa yang mereka
peroleh hari itu. Hidup adalah hari ini. Besok adalah mimpi dan misteri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar